Kamis, 03 Maret 2011

My FrIend Talk aBout "Bina Pra Nikah" : Aspek Hukum Dalam Pernikahan


Sesi selanjutnya adalah sesi Aspek Hukum Dalam Pernikahan. Yang menjadi narasumber adalah Bapak Winanto Wiryomartani SH., M.Hum.

Hukum yang dipakai adalah UU no 1 tahun 1974.
Persepsi kita kalo ada kata kata "HUKUM" kayaknya cenderung sesuatu yang rumit dan nyebelin khan? Hayo ngaku... :-)

Hebatnya, pak Winanto bisa bikin "kuliah" Hukum kemaren dengan sangat sangat sangat menarik. Apalagi dengan atraksi sulap yang bikin pembicaraan tentang aspek hukum jadi ga boring sama sekali.

OK, gue langsung aja nih yah.... :-)
Pokok bahasan penting yang gue inget dibawain oleh pak Winanto ada 3.
Pertama, terkait hukum yang terkait untuk sebuah pernikahan.
Kedua, terkait dengan status anak.
Ketiga, terkait tentang Perjanjian Pra Nikah.

Untuk pokok bahasan yang pertama, kira kira kesimpulannya sebagai berikut.
Untuk bisa nikah dibutuhkan surat pengantar dari kelurahan, yaitu N1, N2, dan N4.

* Formulir N1 : Keterangan akan menikah
* Formulir N2 : Keterangan asal usul.
* Formulir N4 : Keterangan orang tua.

Untuk yang non Muslim khan biasanya nikah di Kantor Catatan Sipil yah... nah semua dokumen tersebut HARUS sudah masuk ke catatan sipil 10 hari sebelum hari H. Jadi kalo yang pengen nikah tanggal 15, maka tanggal 5 semua dokumen harus sudah komplit di Kantor Catatan Sipil di tempat akan berlangsungnya pernikahan.

Untuk proses pencatatan sipil-nya sendiri bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu kita yang datang ke kantor catatan sipil atau mereka yang kita undang ke tempat pernikahan (baik itu tempat pemberkatan atau tempat resepsi).

Sebenernya pencatatan sipilnya bisa aja ga berbarengan dengan hari pemberkatan, bisa setelahnya. Tapi DISARANKAN untuk secepatnya diurus demi legalitas yang selanjutnya.

Untuk pokok bahasan yang kedua (tentang Anak), kira kira kesimpulannya sebagai berikut.

Akte kelahiran HARUS diurus tidak lebih dari 60 hari setelah kelahiran (itung itung 2 bulanlah). Jadi kalo anaknya lahir 1 Januari, maka sebisa mungkin 1 Maret harus sudah ada akte kelahirannya. Kalau tidak punya akte, maka kekuatan hukum si anak jadi lemah.

In case si ayah meninggal sebelum sempat bikin akte bagi anaknya maka si anak tidak akan dapat warisan apapun dari harta si ayah. Kasihan khan?

Nah 2 pokok bahasan itu emang sengaja ga gue tulis panjang panjang di sini. Gue lebih tertarik ngebahas pokok bahasan yang ketiga, yang terkait dengan perjanjian pra nikah.

Perjanjian Pra Nikah
Kalo denger istilah perjanjian pra nikah banyak orang yang terpecah dua antara pro dan kontra. Tetapi ketika hal ini ditanyakan di kelas, kayaknya hampir semua ga setuju dengan perjanjian pra nikah (termasuk gue dan Vero). Dalam pandangan gue pribadi, yang namanya perjanjian pra nikah itu kayak backdoor untuk orang mau cerai.... ga ada niat baik dalam pernikahan. Tetapi ternyata perjanjian pra nikah itu aslinya bukan untuk alasan cerai (walaupun emang kebanyakan dipakai pada saat terjadi perceraian).

Oh iya, satu hal yang terkait soal harta dalam pernikahan adalah : sebuah pernikahan yang sah memiliki akibat hukum terhadap harta benda / kekayaan suami isteri yaitu HARTA MEREKA MENJADI SATU KESATUAN. Artinya kalo kita menikah maka harta masing masing pihak (baik si pria dan si wanita) akan menjadi harta bersama.

Lha, trus.... apa hubungannya Man?
Gue gambarin pake ilustrasi yah.....

Si Tigor nikah sama si Tiur. Mereka menikah di gereja. Tigor seorang bankir dengan kekayaan 100 miliar rupiah, sementara Tiur adalah teller di bank tersebut dengan harta sebesar 10 juta rupiah. Suatu hari mereka bercerai.

Maka harta mereka harus dibagi dua. Tigor harus membagi 100 miliarnya jadi 2, dan Tiur harus membagi 10 juta-nya jadi dua juga. Maka masing masing pihak akan mendapat 50 miliar dan 5 juta. Hehehehe.... kasihan yah si Tigor, duitnya ambles gara gara cerai.

Nah, kalo mereka sudah ada perjanjian pra nikah hal ini ga perlu terjadi. Harta Tigor akan tetap 100 miliar dan harta Tiur akan tetap 10 juta.

Itu keuntungan perjanjian pra nikah yang biasanya dicari orang, yaitu pada saat mereka akan BERCERAI.

But.....................

sebenarnya tujuan awal dari perjanjian pra nikah itu bukan untuk bercerai.... tapi untuk proteksi rumah tangga. Kalo dalam istilah keuangan hal ini disebut sebagai HEDGING PRINCIPAL, yaitu antisipasi terhadap kerugian finansial di masa depan. Salah satu Hedging Principal yang sering dilakukan orang adalah terkait dengan asuransi. Apakah orang yang beli asuransi berharap akan celaka? Ngga dong. Tapi dia bersiap siap apabila terjadi kecelakaan. Nah, demikian juga dengan perjanjian pra nikah (pembagian harta).

Perjanjian Pra Nikah ini bisa jadi pelindung dengan gambaran seperti ini.

Frans menikah dengan Sisca. Mereka menikah dengan niat tulus sehingga tidak menggunakan perjanjian pra nikah. Frans adalah seorang pengusaha pemilik pabrik, sementara Sisca adalah seorang dokter. Mereka memiliki sahabat yaitu Rudi yang menikah dengan Rita. Rudi juga seorang pengusaha pemilik pabrik, sementara Rita adalah seorang pengusaha catering. Rudi dan Rita menikah dengan sebelumnya membuat surat perjanjian pra nikah.

Anggaplah mereka berempat masing masing memiliki harta 100 juta, sehingga masing masing keluarga memiliki kekayaan yang sama yaitu 200 juta.

Suatu hari terjadi bencana moneter di negara tersebut, sehingga memaksa Frans dan Rudi gulung tikar dan memiliki hutang yang sangat besar. Atas perintah pengadilan maka harta mereka harus disita untuk membayar hutang.

Bagaimana nasib kedua keluarga tersebut?

Karena Frans dan Sisca tidak memiliki perjanjian pra nikah dan harta mereka menjadi satu, maka seluruh 200 juta harta kekayaan mereka berdua disita. Mendadak mereka menjadi orang miskin. Anak mereka ga bisa sekolah. Mereka ga bisa berobat.

Apakah Rudi dan Rita juga seperti itu? Ternyata NGGA. Yang bisa disita hanya harta si Rudi (sebagai pengusaha yang pailit). Karena kekayaan mereka dinyatakan terpisah oleh Perjanjian Pra Nikah, maka harta Rita tidak bisa digugat. Artinya, yang amblas hanyalah 100 juta milik Rudi. Mereka masih bisa hidup dengan 100 juta dari harta si Rita. Dengan 100 juta itu anak anak sekolah. Dengan 100 juta itu mereka masih bisa berobat ke dokter. Dengan 100 juta itu masih bisa dipakai untuk modal awal jika Rudi pengen bikin usaha baru lagi.

Cerdas khan?

Nah itulah hedging principal dalam sisi finansial. Perlindungan terhadap kemungkinan kemungkinan buruk di masa yang akan datang.

Buat gue, itu salah satu penerapan dari perintah Tuhan Yesus untuk "Cerdik seperti ular, tulus seperti merpati".

Kalo untuk alasan yang kedua ini, gue setuju banget untuk bikin perjanjian pra nikah.

How about you?

by Firman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar